Menikmati Ekowisata Curug (Air Terjun) Sepanjang Ciapus – Gunung Bunder, Bogor
|
Dengan Vespa Menuju Gunung Salak |
Saya
tulis ‘sepanjang Ciapus sampai Gunung Bunder’ karena merupakan satu
jalur wisata alam di kaki Gunung Salak di sebelah barat Bogor. Kemudian
istilah curug adalah kata lain (bahasa lokal) untuk menyebut air terjun.
Dan saya ingin berbagi kenangan manis kami ketika berkesempatan
menikmati alam permai Gunung Salak pada hari Sabtu 08 April 2012
kemarin.
Pagi-pagi
saya dan istri dengan sepeda motor Vespa kesayangan sudah keluar Kota
Bogor melewati daerah Empang – Ciomas – Cikaret – Ciapus sejauh 25 km.
Perjalanan dari kota Bogor sampai Ciapus, kita seperti disodori oleh
kesibukan warga dari sebuah dinamika perkotaan yang yang serba sibuk dan
tergopoh-gopoh mengejar waktu sebagai penjaja jasa. Sedangkan selewat
Ciapus, aroma pedesaan dengan keagrarisannya lebih kental terasa.
Suasana alami, sunyi, aroma sawah, kebun, ilalang bahkan bau kandang
kambing bergiliran terhisap hidung kami, tapi kami menikmatinya. Pas di
hotel Highland Park Resort, kami ambil arah ke kiri, kita mau ke Wana
Wisata Curug Nangka yang berada di Desa Warung Loa Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor, sedangkan arah ke kanan adalah arah ke Curug Luhur dan
Wana Wisata Gunung Salak Endah (GSE). Kami rencanakan mengunjungi Curug
Luhur dan Wana Wisata GSE setelah selesai menikmati alam Curug Nangka.
Curug Nangka
Jarak
dari Highlan Park Resort ke Curug Nangka, hanya 3 km saja dengan
pemandangan di kanan kiri kami adalah kebun-kebun sayur yang sedang
dipupuk oleh para petaninya sedangkan tegak lurus di hadapan kami adalah
Gunung Salak, jadi seolah kami ini mau mendaki puncak Gunung Salak.
Di
pintu gerbang Wana Wisata Curug Nangka (WWCN) yang dijaga 5 orang
petugas jaga dari kehutanan, kami ditarik karcis sebesarRp 16 rb atau Rp
5 rb/ orang dan sepeda motor Rp 6 rb. Di balik pintu gerbang, kami
langsung memandang di kiri kanan jalannya berderet-deret tegak berdiri
pohon-pohon pinus. Pemandangan alam ini merubah suasana hati yang
terbiasa dengan kegersangan menjadi kedamaian dengan hijaunya dan
segarnya udara yang kami hirup. Kemudian berjalan sedikit, kami memasuki
areal curug berada tetapi mesti melawati kepungan warung-warung nasi
sederhana. Sajian pemandangan curug yang pertama adalah Curug Nangka
dimana ketinggiannya sekitar 15 meter namun kami tidak dapat
menikmatinya secara utuh karena tidak ada akses jalan menuju dasar air
terjun tersebut, kami hanya melihatnya dari jalan setapak yang kami
lalui di bagian atas curug tersebut. Pemandangan curug ke 2 adalah Curug
Daun dimana jarak dari Curug Nangka hanya beberapa puluh meter saja.
Curug Daun tingginya hanya 3 meteran saja tetapi pengunjung bebas
menikmatinya dengan bermain-main dan mandi di air bening yang mengalir
di bebatuan.
Curug-curug
ini berada dalam sebuah lembah kecil dimana di kanan kiri kami dipenuhi
tetumbuhan hutan hujan tropis seperti pakis dan lainnya. Banyak juga
kera-kera yang jinak yang bercanda dengan kita dengan mengejar-ngejar
kami. Mereka tahu kami sedang makan jagung bakar sambil berjalan-jalan.
Pengunjung
yang umumnya dari Jakarta tentunya sangat menikmatinya dan merasa betah
karena sejuk, hijau, hening, dan damai, namun sayang WWCN seluas 17 ha
ini seolah tidak dikelola dengan baik. Hal tersebut terlihat dari jalan
setapak yang licin dan berundak terlalu tinggi (30 – 75 cm), sampah
plastik berserakan, dan warung-warung tenda dibiarkan berjualan
dimana-pun mereka suka. Bahkan ada warung tenda yang didirikan persis di
sisi kiri Curug Daun yang tentunya sangat mengganggu yang akan
menikmati alam indah karunia Ilahi ini. Hal perlu dipikirkan lagi adalah
kapasitas kunjungan wisatawan, jangan sampai jumlah pengunjung melebihi
kapasitas WWCN ini.
Curug Luhur
Setelah
puas menikmati alam WWCN, kami beranjak ke Wisata Air Curung Luhur jang
jaraknya sekitar 10 km. Wisata air Curug Luhur berbeda dengan WWCN.
Curug Luhur sudah dikelola dengan modern oleh perusahaan berbadan hukum
yang setahu kami pemiliknya adalah orang Tunisia. Dikatakan modern
karena di Curug Luhur para pengunjungnya dimanjakan oleh berbagai
permainan atau wanaha air seperti halnya di Ancol, Jakarta seperti;
seluncur, air tumpah dan lainnya. Malah pemandangan curugnya itu sendiri
kurang memikat para pengunjung. Pengunjung lebih asyik dengan permainan
airnya.
Masuk Wisata Air Curug Luhur ini Rp 30 rb per orang dan parkir sepeda motor Rp 8 rb. Mahal juga ya?
Kawasan Wisata Gunung Salak Endah (GSE)
Kawasan
wisata GSE di Gunung Bunder memang luar biasa dan masih natural sekali,
hutan hujan tropisnya terlihat rimbun menghijau, pohon pinusnya
berjajar-jajar berdiri tegak, sawah berterasering yang subur, puncak
gunung Salak yang menjulang biru, dan lembah yang samar-samar terlihat
hamparan kota Bogor. Tidak salah kalau ada yang menyebutnya sebagai
sorga terahir.
Di
kawasan wisata GSE ini terdapat belasan curug (air terjun) yang
berketinggian mulai 3 meter sampai yang tingginya 40 meter. Sebut saja
curug-curug yang mudah ditemui di sepanjang jalan yang berkelok-kelok,
seperti; curug cihurang, curug seribu, curug pangeran, curug ngumpet,
dan curug cigamea. Curug-curug tersebut sebenarnya dapat ditempuh dengan
jalan kaki karena letaknya tidak jauh dari jalan raya, namun karena
kontur jalannya naik turun tajam maka cukup nguras tenaga untuk bisa
sampai ke lokasi curugnya.
Khusus
Curug Cigamea yang tiket masuknya Rp 5500 per orang, curug ini lebih
nikmat untuk dilihat dari kejauhan dimana antara puncak Gunung Salak
dengan dasar dari Curug Cigamea dapat ditangkap dalam satu frame. Kalau
dari dekat, curug cigamea ini kurang menarik karena tidak dapat
mengambil foto dalam satu bingkai secara penuh, apalagi kesumpekan makin
menjadi karena keberadaan warung-warung tenda yang berdiri sembarangan.
Pengunjung-pun banyak yang tidak berlaku tertib, malah seolah dibiarkan
mau berbuat apa saja sesukanya tanpa ada yang mengingatkannya.
Selepas
puas menikmati Curug Cigamea dan waktu sudah menujukan pk 01 siang
hari, maka sudah waktunya untuk santap siang. Nah, saya rekomendasikan
untuk mampir ke warung Puncak Raya yang berada di seberang parkiran
Curug Cigamea yang tempatnya benar-benar berada di puncak bukit sehingga
kita dapat melihat hamparan sawah di bawah sana. Namun bukan hanya
pemandangannya yang indah ternyata gulai tutut (keong sawah) yang
menjadi menu andalan di warung ini juga sangat sedap untuk dicoba. Gulai
tutut yang disajikan sebagai pembuka makanan utama memiliki rasa yang
gurih, pedas, dan hangat, sesuai dengan udara dingin yang melingkupi
sekitar kami berada. Satu mangkok tutut dihargai Rp 10 rb.
Sekilas Kawasan Wisata Gunung Halimun Salak dan Alternatif Pengembangannya
Wana
wisata Curug Nangka, Wisata air Curug Luhur, dan kawasan wisata Gunung
Salak Endah (Gunung Bunder) termasuk dalam kawasan konservasi yang
menjadi kewenangan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak-Kementrian
Kehutanan yang luas totalnya 113.357 ha yang mencakup wilayah Kab Bogor,
Kab Sukabumi, dan Kab Lebak-Banten (Balai adalah nomenklatur untuk
eselon III di kementrian), sangat kaya akan keaneka ragaman hayati dan
memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai wisata
berbasiskan alam dan budaya masyarakat setempat (ekowisata). Nomenklatur
setelah balai (ess III) kemudian seksi (eselon IV) dan terahir adalah
Resort (non struktural) yang menjadi garda depan dalam pengelolaan
kawasan konservasi hutan. Kawasan Curug Nangka, Curug Luhur dan Gunung
Salak Endah sendiri masuk dalam kewenangan Resort Gunung Salak II yang
luasnya 9000 ha.
Dinamika
kawasan wisata di Resort II geliatnya semakin terasa meningkat yaitu
dengan melihat kepada indikator trend kenaikan wisatawan yang berkunjung
dan tumbuhnya hotel, vila, penginapan, rumah makan, pemukiman, dan
lainnya. Geliat ini perlu dikendalikan secara ketat jangan sampai
dibiarkan bergerak tanpa arah. Kalau tidak, kelak beberapa tahun lagi
tempat wisata ini sudah berubah dipenuhi hutan beton.
Hemat
saya, kawasan wana wisata Curug Nangka, Curug Luhur, dan Gunung Salak
Endah dikembangkan sebagai kawasan ekowisata yang menjalankan 6 prinsip;
1. Terencana secara holistik, terintegrasi sehingga terbentuk harmonisasi antara manusia dengan alam lingkungannya,
2.
Ramah lingkungan dengan indikator less waste, menggunakan bahan yang
dapat didaur ulang, dan tidak merusak apalagi merubah lingkungannya,
3. Ramah adat, sosial, dan budaya setempat,
4.
Tidak banyak membutuhkan infrastruktur sehingga tidak berdampak negatif
terhadap alam, lingkungan, adat, sosial, dan budaya setempat,
5. Jumlah kunjungan wisatawan dibatasi sesuai carrying capacity, dan
6. Berdampak positif terhadap sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.
Dengan
demikian, mudah-mudahan anak cucu kita masih dapat menikmati alam indah
kawasan wisata air terjun dari Ciapus sampai Gunung Bunder ini. Amin
|
Jalan Menuju Curug Nangka |
|
Suasana Hutan Pinus di Curug Nangka |
|
Curug Nangka |
|
Wisata Air Curug Luhur |
|
Curug Luhur |
|
Sungai Berbatu dan Gunung Salak |
|
Sawah Berterasering |
|
Indahnya Gunung Salak |
|
Hutan Gunung Salak |
|
Curug Cigamea |
|
Di Warung Puncak Raya, Cigamea |